Oleh Cardiyan HIS


Perahu perahu la lajue la lajue
Digul le Digul le Digul le darmamu
(“Sungai Digul”)
..........................................................................
Basiri sidabu moyae pata dawana pata nyawae
Basiri sidabu moyae pata dawana pata nyawae
Oh nyawae tawadana sire
Oh nyawae tawadana sire
(“Pemburu Rusa”)


Sebagai insinyur Geodesi dan Geomatika yang sering blusukan ke daerah-daerah terpencil sampai sekarang, saya mendapatkan gairah yang sebenarnya justru manakala bekerja di Irian Barat (sekarang Papua) pada tahun 1984-1985. Nun jauh di sana, di pedalaman kabupaten Merauke, dimana sungai Digul mengalir dengan gagahnya, sehabis bekerja seharian, di base camp saya bersama para surveyor menyanyi “Yosim Pancar” antara lain dua nyanyian di atas, sambil menari dengan sekali-kali diselingi gerakan menari “Dero” yang dinamis.

Kerinduan meninggalkan anak saya yang baru berumur 13 bulan dan istri tercinta jauh di Bandung sana, untuk sementara dapat “dibunuh” dengan menyanyi dan berkomunikasi intens dengan sedikitnya lima ratus orang pekerja lokal pada proyek Departemen Transmigrasi pada Fase 3 A (Survey, Pemetaan dan Perencanaan)  pada konsorsium perusahaan kami dengan Fenco Lavalin, Kanada dan tentunya dengan penduduk setempat di mana base camp kami berada, yang sungguh-sungguh sangat bersahabat.

“Dongeng sebelum bobo” di base camp merupakan menu saya kepada NASU (saudara, bahasa Marind) yang berasal dari berbagai suku di Papua seperti Marind,  Muyu, Asmat, Mapi, Serui, Waropen, Mandobo, Lani, Auyu. Mereka meminta saya untuk berceritera tentang kemajuan saudara-saudaranya dan kehebatan kota-kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota besar lainnya yang baru dikenal namanya saja oleh mereka. Dengan segala ketulusan hati, ada saja di antara mereka menghadiahi saya hampir setiap hari dengan binatang buruan yang sangat lezat seperti Rusa, Kanguru, Ayam Hutan dan bahkan burung Kaswari yang minyak tubuhnya sangat terkenal kasiatnya namun dagingnya sangat liat sehingga harus digodok cukup lama. Dan tentunya mereka juga menghadiahi saya dengan sayur-sayur segar dari hutan perawan Papua.

Rentang waktu yang sangat lama, hampir 28 tahun yang lalu dimana kepulangan saya ke Bandung ditangisi begitu banyak Nasu saya di Papua, kemudian saya dikagetkan dengan berita Organisasi Papua Merdeka mendirikan cabang di Oxford, Inggris, pada 28 April 2013. Apakah sudah demikian parah perkembangan Jakarta, Pemerintah Pusat, dengan rakyat Papua yang saya kenal sangat bersahabat? Menurut saya, peristiwa ini hendaknya jangan ditanggapi terlalu berlebihan karena yang penting bukan merupakan sikap Pemerintah Inggris terhadap Indonesia, sementara Pemerintah Inggris sendiri tidak bisa melarang Walikota Oxford mengizinkan sesuatu organisasi separatis seperti OPM membuka cabang di kotanya. Namun peristiwa ini juga harus disikapi sungguh-sungguh dan hati-hati oleh Kemetrian Luar Negeri RI karena masalah Papua Merdeka ini sudah masuk dalam salah satu agenda Majelis Umum PBB, berbeda dengan masalah Aceh Merdeka sebelumnya yang tidak pernah masuk agenda PBB.  Jadi sewaktu-waktu masalah Organisasi Papua Merdeka bisa mencuat ke permukaan menjadi masalah internasional bila langkah-langkah diplomasi Indonesia di PBB dilakukan asal-asalan. Indonesia juga harus ekstra hati-hati agar masalah ini tidak menjadi pintu masuk para imperialis Amerika Serikat, Inggris, Australia untuk mengobok-obok Papua, yang kekayaan sumberdaya alamnya sangat menggiurkan mereka.

Mengapa Papua terus bergejolak? Padahal bukankah mereka telah diistimewakan Jakarta dengan Dana Otonomi Khusus yang jumlahnya triliunan rupiah? Apakah Dana Otonomi Khusus triliunan tersebut telah dikorupsi oleh kalangan elite Papua, baik yang bekerja sebagai birokrat Pemerintah Daerah atau politisi partai, sehingga tidak menyentuh kepada pemecahan masalah mendasar rakyat Papua itu sendiri? Apakah rakyat  Papua sudah sangat marah bahkan sang Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang baru terpilih dan Bupati Keerom Yusuf Wally, sangat berang sama Freeport McMoran Inc., karena menguras habis sumberdaya alam Papua sedangkan mereka hanya mendapat secuil saja sementara kerusakan luar biasa pada Tanah Ulayat mereka? Kontrak karya Freeport McMoran Inc., dengan Pemerintah Indonesia harus ditinjau kembali dengan alasan prinsipil ada ketidakadilan luar biasa pada saat penyusunan substansi kontrak karya dan kalau perlu pejabat Indonesia yang terlibat dan mengeruk dan menikmati keuntungan pribadi perlu di-KPK-kan.        

Analisis saya kesalahan terbesar terletak pada Jakarta, yang tidak sungguh-sungguh untuk mau berdialog dengan masyarakat Papua. Jakarta terlalu menggampangkan persoalan, bahwa dengan menggelontorkan triliuanan rupiah Dana Otonomi Khusus via para birokrat dan politisi Papua, persoalan Papua telah dianggap selesai. Dan kalau ada letupan protes selalu diselesaikan dengan cara gampangan yakni cara-cara represif kepada rakyat Papua yang melanggar HAM. Pendekatan keamanan kalaupun mau dilakukan justru harus lebih diarahkan kepada penjagaan kedaulatan negara di sepanjang perbatasan Indonesia dari ancaman asing. Oleh karena itu rencana pembentukan Divisi Baru Marinir TNI AL di Papua sungguh sangat tepat.

Jakarta hendaknya mau berpikir lebih panjang tentang bagaimana menghindari kebocoran tindak korupsi Dana Otonomi Khusus, sehingga secara mendasar dana tersebut sampai kepada rakyat Papua yang berhak. Menangani masyarakat Papua membutuhkan pengorbanan, kesabaran dan pengabdian luar biasa dengan pendekatan kesetaraansebagai sesama saudara, sebangsa, setanah air Indonesia. Pendekatan kesejahteraan perlu ditekankan, agar dana otonomi khusus itu mencapai sasaran untuk menyejahterakan rakyat Papua; meningkatkan pendidikan masyarakat, menyehatkan rakyat Papua dari berbagai penyakit endemis, memperbaiki infra struktur yang mendorong tumbuhnya ekonomi Papua.


Http: //id.linkedin.com/pub/cardiyan-his/20/742/2a6

Http: www.cardiyanhis.blogspot.com